Seperti bumi tanpa air
Begitulah hidupnya
Hampa tak terkira,
Detik demi detik bergulir
Tuk satu cita
“Sekolah”
Iklan-iklan
Pemenuhan ilmu tanpa harga
Membuat pasang hidupnya
Pagi, sore, siang, dan malam
Sangat berharga baginya
Recehan dan recehan mengumpul
Membakar bara api di hati
Hingga terngiang-ngiang
Kobaran ber-arti
“Sekolahku! Sekolahku!
Kan kugapai kamu!!!”
Hari terus berganti, sang surya pulang pergi
Angin lalu lalang
Sawah, sungai, gubuk dan ladang bersatu
Bersama seribu pengalaman, anugrah jiwa raga
Membentuk alunan merdu, menyentuh
“Mari kita laksanakan wajib belajar..”
Peluh basahi seluruh
Letih hinggapi tubuh
Namun tak ada keluh
Kala siswa siswi mengacuhkan, membuang,
Meninggalkan, menghancurkan pendidikan
Ia bergerak layaknya pemulung
Berlari memungut ilmu yang terkurung.
Sesadarnya ia akan ilmu
Tak pantas dibunuh
Tak pantas tersia-sia
Ia makan habis, ia reguk tuntas
Ia jejalkan dalam otak
Lembaran-lembaran buku pengetahuan
Bagai senapan
Menarik dan melempar peluru
Menembus dan menancap ilmu
Dalam hati, kalbu
Sang sahabat
Kala senja telah menutup mata
Tangan mengangkat
Menghiba pada Tuhan Yang Esa
Berharap anugerah-Nya
“Tuhan ….
Aku menangis dalam tiap detik hidupku
Mengharap mukjizat-Mu
Menanti karunia-Mu
Ku sangat menginginkan
Kau beri aku kesempatan…. Sekolah”
Kini, ilmu tak lagi menyinari
Hati dan otaknya berontak
Ia tersiksa, rapuh, terlena
Air mukanya hambar
Berisyaratkan lelah
Dan untuk yang terakhir
Dalam sisa-sisa tanda kehidupan
Ia bertanya,
“Apakah dosaku pada-Mu, Tuhan?”
Air mata menetes
Terpejam
Harapan itu pun
“MUSNAH”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar