Selasa, 26 April 2011

Sejarah Nabi Muhammad SAW 1


Sebelum Islam datang, kebodohan dan kerusakan menguasai bangsa Arab. Dimana peraturan tidak berlaku sehingga manusia dapat berbuat sesuka hatinya. Akibatnya, banyak manusia tidak merasa aman hidupnya karena yang satu tidak dapat rukun dengan yang lainnya. Zaman yang disebut dengan Zaman Jahiliyah atau zaman kebodohan inipun diakhiri oleh seorang rasul. Rasul akhir zaman.

Masa Kecil

*       Nazar Seorang Pembesar
Dulu, seorang pembesar bernama Abdul Mutalib, keturunan Bani Hasyim yang juga penjaga ka’bah, rumah suci di Mekah yang merupakan pemimpin kaum Quraisy pernah berjanji bahwa ia akan mengorbankan satu anaknya jika ia telah memiliki 10 orang anak laki-laki. Hingga pada tahun ketiga puluh, janjinya masih diingat. Ia sudah memiliki 10 orang anak lelaki yang bernama Al Harits, Zubair, Abu Thalib, Abu Lahab, Ghaidaq, Dhirar, Abbas, Abdul Kabah, Qatsam dan si bungsu Abdullah. Semua berharap-harap cemas karena semua tahu bahwa Abdul Mutalib akan tetap melaksanakan janjinya itu. Termasuk seorang gadis jelita Aminah binti Wahb. Gadis ini berasal dari keluarga Bani Zuhra, yang juga tinggal di Mekah dan merupakan sahabat Bani Hasyim. Ia mencemaskan Abdullah, teman sepermainannya sejak kecil. Meskipun ia sudah tidak pernah bertemu Abdullah lagi karena ia harus dipingit, ia tetap berharap yang terbaik untuk Abdullah.
Puncak kecemasanpun tiba. Di bulan Jumadil Awal itu, penduduk Mekah gempar. Seorang juru kunci mengeluarkan sebuah nama dimana pemilik nama itulah yang akan dikorbankan oleh Abdul Mutalib. Dan yang keluar adalah nama Abdullah. Orang-orang tak tega melihat kejadian ini. Salah seorang dari kerumunan yang bernama Al-Mughirah bin Abdullah Al Makhzumiy pun angkat bicara. Ia berhasil membuat Abdul Mutalib mengurungkan niatnya. Sebagai penebus janjinya, Abdul Mutalib menyembelih seratus ekor unta. Dagingnya dibagi-bagikan, terutama kepada fakir miskin.

*       Pernikahan Abdullah dan Aminah
Aminah tetap bersembunyi di balik dinding rumahnya sesuai dengan larangan sebagai seorang gadis. Kabar terbebasnya Abdullah dari maut sampai di telinganya. Ibunyalah yang menuturkannya. Ketika sedang berbincang dengan ibunya, sebuah kabar yang lebih menggembirakan datang dari ayahnya, Wahb bahwa ia dilamar oleh Abdullah. Ia dan Abdullah pun bersanding sebagai suami istri.
Suatu malam Aminah bermimpi tubuhnya memancarkan cahaya. Begitu terangnya hingga ia bisa melihat istana di negeri Syam. Ia mendengar suara,“Engkau telah hamil, wahai Aminah. Kelak kau akan melahirkan orang termulia di antara umat manusia.” Ia pun terbangun menjelang subuh dan menceritakan mimpinya kepada suaminya yang terjaga lebih dahulu. Mereka berharap mimpi itu jadi kenyataan.
Tiga belas hari bersama-sama, Abdullah sudah harus meninggalkan Aminah. Ia pergi bersama kafilah dagang kaum Quraisy yang akan berangkat ke Gaza dan Syam. Betapa sedih hati Aminah seolah-olah suaminya tak akan kembali. Apalagi ia baru mengandung.
Sekian lama menanti, tibalah saat yang dinantikan Aminah. Kafilah dagang itu telah pulang. Namun tak satupun di antara mereka Abdullah. Mertua, ayahnya, pembantu mereka yang setia yang bernama Ummu Aiman, serta beberapa orang tetangga menemuinya. Semua berwajah tegang dan sedih. Ternyata Abdullah sakit demam sehingga tidak bisa pulang. Ia ditinggal di rumah pamannya di Yatsrib.  Kabar yang sungguh membuat Aminah sedih.
Kandungan Aminah sudah berusia 7 bulan. Tiga bulan lamanya ia menanti kabar Abdullah. Namun yang didapatnya sungguh memilukan. Suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib telah tiada. Ia meninggal dalam perjalanan pulang dari negeri Syam. Ia dimakamkan tidak jauh dari tempat meninggalnya di Yatsrib. Betapa malang. Calon anaknya telah menjadi seorang yatim.

*       Kelahiran Calon Nabi Terakhir
Dini hari itu, Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 53 sebelum Hijriah bertepatan  dengan tanggal 20 April 571 Masehi, Mekah benar-benar gelap gulita. Bintang-bintang di langit meluncur turun, seolah akan jatuh menimpa tanah Mekah. Bumi pun bergetar karena gempa. Sampai beberapa bangunan di Persia dan berhala-berhala di sekitar Ka’bah runtuh. Bahkan api sesembahan kaum Majusi padam. Tiba-tiba ada cahaya terang dalam rumah Aminah binti Wahb. Abdul Mutalib pun yakin bahwa kejadian-kejadian itu merupakan tanda-tanda yang mengiringi kelahiran cucunya. Aminah memang baru saja melahirkan bayi lelakinya. Bayi yang kelak akan mengubah sejarah hidup manusia. Dialah bayi yang semula diberi nama Qutsam oleh kakeknya, namun kemudian diganti karena ibunya mendapat ilham untuk memberi nama Muhammad (artinya orang yang terpuji). Masyarakat Quraisy pun heran karena nama itu tidak lazim di kalangan masyarakat ketika itu.
Saat kelahiran Muhammad itu Mekah dalam keadaan aman. Padahal, belum lama terjadi penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, seorang Nasrani yang memerintah kerajaan Habsyi di Yaman. Dimana pasukan itupun  hancur terbakar oleh batu-batu kerikil  panas yang dijatuhkan oleh jutaan burung Ababil. Karena itulah, tahun kelahiran Muhammad itu dinamakan tahun Gajah.
Ternyata, kemalangan Muhammad yang telah menjadi seorang yatim sejak di kandungan terus berlanjut. Ibunya yang menderita batin sejak kepergian ayahnya, jadi kurus kering. Sehingga baru beberapa hari menyusui Muhammad, ibunya sudah tidak mampu lagi. Abu Lahab pun yang merupakan saudara tiri ayah Muhammad memerdekakan seorang budaknya yang bernama Tsuwaibah Al Aslamiyah yang kemudian diminta untuk menyusui bayi Muhammad. Wanita itu juga pernah menyusui Hamzah bin Abdul Mutalib, kakak tiri Abdullah, ayah Muhammad.

*       Masa Pengasuhan
Beberapa hari kemudian, datang para wanita Bani Sa’ad ke Mekah. Mereka biasa menyusui bayi-bayi Quraisy dan mendapat imbalan tertentu. Karena Muhammad anak yatim, tidak ada yang mau menyusuinya. Mereka takut tidak mendapat upah.
Kabilah Bani Sa’ad adalah kaum pengembara. Mereka mendirikan tenda di Mekah sementara para wanita mencari bayi untuk disusui. Halimatus Sa’diyah binti Abu Dhu’aib, salah seorang wanita itu, pulang ke tenda tanpa hasil. Padahal, lusa mereka sudah harus pulang ke pedalaman tempat mereka menggembalakan ternak.
Malam harinya, anak Halimah yang masih bayi menangis karena kelaparan. Air susu Halimah tidak mencukupi. Unta betinanya pun tidak menghasilkan susu yang cukup. Halimah pun berniat mengambil bayi yatim, Muhammad dengan harapan membawa berkah. Begitu bayi Muhammad menyusu, keluarlah air susu Halimah dengan lancar. Unta betinanya pun menghasilkan susu yang banyak. Tak sampai disitu, keledai yang ditumpangi Halimah dan bayi Muhammad berjalan dengan ringan dan cepat seolah tidak ada beban. Padahal, keledai yang lain dalam rombongan itu berjalan terseok-seok karena keberatan.
Pemukiman Bani Sa’ad saat itu sedang dilanda musim paceklik. Kambing-kambing mereka pun kurus kering, bahkan banyak yang mati. Namun setelah Muhammad datang, kambing-kambing tersebut jadi gemuk. Kehidupan Halimah semakin membaik.
Pertumbuhan badan Muhammad sangat cepat. Pada usia 5 bulan, Muhammad sudah pandai berjalan, usia 9 bulan sudah pandai berbicara, dan pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah menggembala kambing. Muhammad tumbuh menjadi anak yang sehat. Tubuhnya lebih tinggi daripada anak seusianya, termasuk anak Halimah.
Tiba saatnya Muhammad harus dikembalikan kepada orang tuanya. Namun, berat hati Halimah melepaskan anak susuannya itu. Ketika membawa Muhammad ke Mekah, ia pun mencari akal supaya Muhammad tetap bersamanya.
Dengan alasan wabah penyakit di Mekah, Halimah berhasil membujuk Aminah untuk menyerahkan anaknya selama dua tahun lagi. Kembalilah Muhammad ke pemukiman Bani Sa’ad. Di sana dia mengembala kambing bersama anak-anak lain di lembah yang subur.
Pada suatu hari, datang dua orang berjubah putih. Mereka membawa Muhammad ke tempat yang teduh. Lalu dibaringkannya di atas tanah. Tangan orang itu membedah perut Muhammad dan mencucinya dengan air yang mereka bawa. Anak Halimah, Dimrah,  yang melihat kejadian itu, langsung berlari menemui Halimah dan suaminya. Wajahnya begitu pucat. Mereka bertiga pun segera menemui Muhammad. Setelah melihat keadaan Muhammad, Halimah pun menyadari bahwa yang menemui Muhammad itu adalah malaikat yang dikirim Allah untuk membersihkan hati Muhammad dari segala hal yang buruk.
Peristiwa itu membuat Halimah ketakutan. Dikembalikanlah Muhammad kepada Aminah. Halimah menceritakan semua kejadian yang menimpa Muhammad. Aminah juga menceritakan keringanannya selama mengandung. Mereka saling berbagi. Sampai Aminah memutuskan agar Halimah membawa kembali Muhammad. Halimah pun menyetujuinya.
Selama tinggal bersama Halimah, anak-anak Halimah sering mendengar suara yang memberikan salam kepada Muhammad, “Assalamu’alaika, ya Muhammad,” padahal mereka tidak melihat seorang pun. Demikianlah berkah yang dilimpahkan Allah.

*       Menjadi Yatim Piatu
Di usia lima tahun, Muhammad dikembalikan kepada ibunya. Setahun setelah itu, Aminah mengajak anaknya ke Madinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudaranya. Sesampainya di Madinah, ibunya mengajaknya ke makam ayahnya di Yatsrib. Ummu Aiman, pembantu Aminah, ikut serta dalam perjalanan ziarah itu.
Mereka tinggal di sana sebulan lamanya, di keluarga Bani An-Najjar. Di keluarga inilah, mendiang Abdullah sakit hingga ajal.
Saat mereka akan berangkat pulang ke Mekah, tepatnya saat di Yatsrib ada angin ribut dan udara kering yang panas. Debu berterbangan mengotori seluruh permukaan bumi. Akibatnya, Aminah jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia.
Baru saja usianya 6 tahun, Muhammad harus menjadi yatim piatu. Selain Muhammad, keluarga Bani An-Najjar yang menyaksikan kematian itu juga sangat berduka. Merekalah yang mengurus dan membawa jenazah Aminah ke sebuah dusun yang terletak antara kota Mekah dan Madinah yaitu Abwa, untuk disemayamkan di sana.
Kemudian si kecil Muhammad dibawa pulang ke Mekah oleh Ummu Aiman, budak yang dengan setia menemani dan mengasuhnya.
Karena dia tidak beribu bapak lagi, dia tinggal bersama kakeknya, Abdul Muttalib. Sang kakek yang begitu menyayangi anak yatim piatu yang malang itu. Sayang kakek tua ini pun meninggal setelah dua tahun mengasuh Muhammad tepatnya ketika Muhammad berusia 8 tahun.
Kembali si yatim piatu harus menerima kemalangan. Dia ikut Abu Thalib, salah seorang pamannya. Almarhum Abdul Muttalib sempat berpesan agar Abu Thalib menjaga Muhammad baik-baik. Sekalipun sang paman tidak cukup berharta, dia adalah orang Quraisy yang dihormati kaumnya.
Di bawah asuhan Abu Thalib itulah Muhammad terbiasa bekerja keras seperti menggembala kambing. Ia juga menjadi anak yang sopan santun, jujur, dan tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan tercela sehingga ia menjadi teladan di masyarakat.
Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Words of Wisdom

Gravitasi tidak bertanggung-jawab atas orang yang jatuh cinta

Barangsiapa yang tidak pernah melakukan kesalahan, maka dia tidak pernah mencoba sesuatu yang baru

Jika A sama dengan kesuksesan, maka rumusnya adalah A=X+Y+Z. X adalah kerja, Y adalah bermain, Z adalah menjaga mulut agar tetap bungkam


By Albert Einstein
source: Words of Wisdom - Einstein